Selasa, 22 Juli 2008

Komunikasi Cinta

Sumbo Tinarbuko



Dalam kondisi yang serba sulit seperti sekarang ini, semua pihak mengaku dirinya pada posisi yang paling benar. Setiap individu, baik secara pribadi, kelompok, atau pun golongan senantiasa mengatasnamakan pikiran dan tindakannya berkonotasi baik dan benar.

Sementara kebaikan dan kebenarannya itu katanya semata-mata diabdikan demi kemaslahatan seluruh umat.


Karena merasa dirinya telah mengambil keputusan yang benar demi kesejahteraan seluruh masyarakat, maka pemerintah dengan retorika politiknya berpandangan perlu menaikkan harga BBM. Kenapa perlu dinaikkan? Alasan politik pembenarannya, jika tidak dinaikkan maka APBN akan jeblok. Alasan berikutnya yang seolah-olah membuat miris rakyat: seandainya harga BBM tidak disesuaikan, Indonesia bakalan bangkrut karena subsidi minyak untuk rakyat akan membengkak. Alasan pembenaran lainnya, agar rakyat tidak menderita akibat kenaikan BBM, digelontorkan sejumlah uang tujangan kemiskinan yang popular dengan singkatan BLT.

Sudah menjadi sebuah hukum sebab akibat yang sulit dipatahkan asal muasalnya manakala pemerintah menaikkan harga BBM, maka semua aktivitas kehidupan yang digerakkan oleh mesin berbahan bakar minyak, tega tidak tega harus menaikkan biaya operasionalnya. Yang sudah terlihat di pelupuk mata adalah seluruh komponen moda transportasi bermesin yang beroperasi di darat, laut dan sungai, maupun maskapai udara mengubah harga tiketnya menuju besaran angka rupiah yang lebih tinggi dari sebelumnya. Alasan pembenarannya, karena harga BBM dinaikkan pemerintah maka ongkos operasional armada juga menjadi besar. Lalu siapa yang menanggungnya? Ya pasti pengguna jasa transportasi. Siapakah mereka? Ya pasti rakyatlah!


Kalau ongkos transportasi menyesuaikan dengan kenaikkan harga BBM maka berbagai komoditi (: hasil pertanian, perkebunan, peternakan, berbagai industri rumah tangga, dll) juga akan berbenah diri. Alasan pembenarannya yang paling rasional adalah berganti harga supaya tidak rugi. Lalu siapa yang menanggungnya? Ya pasti rakyatlah! Siapa lagi kalau bukan rakyat!

Pada dasarnya, rakyat selalu menaruh kepercayaan penuh kepada kinerja para pemimpin bangsa. Pada galibnya, rakyat selalu rela berkorban demi menyukseskan program pemerintah yang konon kabarnya didedikasikan untuk kesejahteraan rakyat.


Cuma sayangnya pemerintah tidak pernah mau memahami kondisi sosial, budaya, dan ekonomi rakyat yang dipimpinnya. Pemerintah dalam setiap kali melakukan sosialisasi program kerjanya lebih banyak terkesan bergumam, alias berbicara dengan dirinya sendiri. Pemerintah terkesan bergumam ketika memutuskan peserta didik dari tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK untuk mengakhiri pendidikannya harus menempuh UAN. Pemerintah terkesan bergumam ketika memutuskan program sertifikasi untuk guru dan dosen. Pemerintah terkesan bergumam ketika harga kebutuhan pokok rumah tangga meroket. Pemerintah terkesan bergumam ketika harga pupuk meningkat sementara hasil produksi pertanian dan perkebunan anjlok di pasar bebas. Pemerintah terkesan bergumam ketika jumlah pengangguran, angka kemiskinan, dan penderita gizi buruk meningkat tajam. Pemerintah terkesan bergumam ketika korupsi semakin merajalela yang melibatkan pejabat pemerintah.


Mengapa pemerintah setiap kali mengambil langkah kebijaksanaan terkesan bergumam? Karena para pemimpin bangsa lebih senang mendengarkan suara pembisik yang ada di sekelilingnya, maka bahasa komunikasi yang dilontarkannya pun jauh dari bahasa komunikasi cinta yang diharapkan oleh masyarakat. Pemerintah selalu mengedepankan bahasa komunikasi instruksi. Pemerintah senantiasa mengkomunikasikan segala macam kebijakan dengan menggunakan ukuran dirinya atau kelompok massa pendukungnya yang jumlahnya relatif lebih kecil dari pada seluruh rakyat yang dipimpinnya.


Komunikasi cinta sebenarnya sebuah proses komunikasi yang dilakukan seorang komunikator untuk menyampaikan pesan lewat media komunikasi kepada komunikan dengan mengedepankan aspek cinta kasih. Yang membedakan proses komunikasi cinta dengan komunikasi nircinta adalah aksentuasi untuk menyampaikan pesan verbal ataupun visual dengan mengedepankan bahasa kalbu yang kamusnya bermukim di dalam hati sanubari insan manusia yang memposisikan dirinya sebagai seorang komunikator. Bahasa kalbu yang menjadi ujung tombak komunikasi cinta ini mampu menggerakkan getar-getar syaraf kalbu dari para komunikan yang menerima pesan lewat frekuensi komunikasi cinta.


Ketika proses komunikasi cinta dijalankan, semuanya terasa penuh kesepahaman yang menyejukkan, indah, dan damai. Meski secara geografis berjauhan dipisahkan ruang dan waktu berbeda, maka saat melakukan proses komunikasi cinta, hati dan pikiran parapihak serasa berdekatan, bahkan dengan berbisik pun maksud pesan yang ingin disampaikan langsung cespleng menggerakkan hati dan pikiran si penerima pesan komunikasi cinta tersebut untuk selanjutnya mengatakan, ‘’Ya, saya sependapat dengan pemikiran dan langkah kebijaksanaanmu’’.


Lewat komunikasi cinta, maka apa yang digagas pemerintah dan akan diputuskan menjadi sebuah kebijaksanaan yang menyangkut harkat dan martabat masyarakat luas akan diterima secara legowo dan bersedia menanggung renteng ekses positif dan negatif secara damai pula. Dalam konteks ini, rakyat harus diposisikan bagaikan seorang kekasih hati yang bersedia mendampingi dalam situasi suka atau pun duka. Pemerintah jangan hanya melibatkan rakyat ketika pemerintah dalam suasana hati sedang berduka dan bingung karena berbagai tekanan pihak asing.


Komunikasi cinta menyaratkan pemerintah sebagai komunikator harus mampu menggunakan bahasa cinta kepada rakyat yang diayominya. Selain itu lewat komunikasi cinta pemerintah harus mampu melakukan berbagai upaya kreatif guna mencari solusi yang membahagiakan semua pihak dalam mengatasi kehidupan yang sangat sulit ini.


Jika hal itu berhasil dilakukan pemerintah maka rakyat akan tersenyum bahagia. Rakyat merasa diayomi. Rakyat merasa dilindungi. Rakyat merasa harkat dan martabatnya untuk hidup dan berkehidupan secara aman dan nyaman mendapatkan surganya sesuai dengan talenta masing-masing.


*)Sumbo Tinarbuko (http://sumbotinarbuko.tk/), adalah Pegiat Studi Kebudayaan dan Dosen Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta. Sekarang Kandidat Doktor FIB UGM.

Tidak ada komentar: