Senin, 01 September 2008

DeKaVe Penanda Jiwa Zaman



Sumbo Tinarbuko



Ketika disodori tema: ‘’Ring of Fire’’ oleh Panitia Diskomfest #3 Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, muncul pertanyaan besar dalam benak saya. Apakah selama ini keberadaan DeKaVe (Desain Komunikasi Visual) tidak mampu mewarnai jiwa zamannya? Atau bahkan belum ada produk DeKaVe yang sanggup mencerahkan peradaban manusia? Pertanyaan selanjutnya, produk DeKaVe yang bagaimanakah yang mampu mencerahkan peradaban? Peradaban yang bagaimanakah yang dapat dicerahkan oleh sebuah produk DeKaVe?

Terlepas dari beberapa bertanyaan yang bergelayut dalam pikiran saya di atas, sejatinya produk DeKaVe adalah produk kebudayaan massa. Keberadaan produk DeKaVe sangat lekat dengan hidup dan kehidupan kita sehari-hari. Ia tak bisa lepas dari sejarah kehidupan umat manusia. Karena ia merupakan salah satu usaha manusia untuk meningkatkan kualitas hidup.

Desain Komunikasi Visual alias DeKaVe dalam pengertian modern adalah desain yang dihasilkan dari rasionalitas. Dilandasi pengetahuan, bersifat rasional, dan pragmatis. Jagat DeKaVe senantiasa dinamis, penuh gerak, dan perubahan. Hal itu karena jiwa zaman, peradaban manusia, dan ilmu pengetahuan modern memungkin semuanya itu terjadi. Artinya, sebagai produk kebudayaan yang terkait dengan sistem sosial dan ekonomi, produk DeKaVe juga berhadapan pada konsekuensi sebagai produk massal dan konsumsi massa.

Ketika produk DeKaVe merupakan bagian dari produk kebudayaan massa, maka tugas kita sekarang adalah bagaimana caranya agar produk DeKaVe bisa berfungsi sebagai penanda jiwa zaman dari sebuah kebudayaan peradaban modern.

Ciri sebuah produk DeKaVe yang mampu menjadi penanda jiwa zaman dari sebuah kebudayaan peradaban modern: pertama, produk DeKaVe mampu tampil secara atraktif, komunikatif, dan persuasif. Kedua, produk DeKaVe harus dapat mencerdaskan masyarakat terkait dengan pesan verbal dan pesan visual yang ingin disampaikan. Ketiga, keberadaannya bisa diterima secara iklas oleh masyarakat luas. Keempat, mengikuti perkembangan hukum adat yang berlaku, menjunjung tinggi moralitas, dan mengedepankan kearifan budaya lokal.

Keempat ciri produk DeKaVe yang saya rumuskan di atas sebenarnya bagi kawan-kawan yang bergerak di industri per-DeKaVe-an bukanlah sesuatu yang baru dan sulit untuk diejawantahkan dalam kehidupan nyata di tengah-tengah masyarakat yang plural dan heterogen.

Tetapi dalam konteks ini, saya ingin menegaskan, dalam rangka mencari produk DeKaVe yang mampu menjadi penanda jiwa zaman dan sanggup mencerahkan peradaban manusia modern, seperti yang diamanatkan Panitia Diskomfest #3 Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, perlu kiranya kita memberi perhatian khusus pada butir keempat: ‘’menjunjung tinggi moralitas, dan mengedepankan kearifan budaya lokal’’.

Mengapa demikian? Sebab dengan menjunjung tinggi moralitas, dan mengedepankan kearifan budaya lokal yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya, untuk kemudian diangkat menjadi sumber inspirasi, sebagai sumber ide dan gagasan, serta sebagai perangkat lunak untuk mengkomunikasikan beragam pesan verbal dan pesan visual yang bersifat komerisal, sosial, atau pun moral kepada sasaran khalayak yang dibidik, maka berbagai produk DeKaVe yang dihasilkan oleh tangan-tangan kreatif yang senantiasa mengedepankan kearifan budaya lokal Yogyakarta akan menjadi penanda jiwa zaman yang cukup kuat atas keberadaan sebuah produk DeKaVe yang mampu memberikan aksentuasi perikehidupan masyarakat. Ujung-ujungnya diharapkan mampu mencerahkan pemikiran dan perasaan umat manusia yang hidup dan mengisi kehidupannya sesuai dengan talenta masing-masing.

Terkait dengan upaya mencari produk DeKaVe yang mampu menjadi penanda jiwa zaman dan sanggup mencerahkan peradaban umat manusia, alangkah baiknya jika berbagai media massa cetak dan elektronik yang tersebar di seluruh pelosok DIY dan Indonesia pada umumnya, mau berbaik hati dan sedikit mengedepankan jiwa sosial demi apresiasi dan pengembangan wacana DeKaVe yang mampu mencerahkan peradaban modern di tengah karut marut persepsi masyarakat yang demikian heterogen.

Dukungan dari para pengelola media massa dan elektronik dalam konteks ini, bersedia dengan sukarela menayangkan secara periodik liputan pameran produk DeKaVe, talkshow Grafis Komunikasi, Desain Komunikasi Visual, wawancara tokoh praktisi DeKaVe, interview dengan tokoh akademisi DeKaVe dan lembaga pendidikan DeKaVe, bedah konsep produk DeKaVe dari kreator DeKaVe. Ataupun memuat dan menayangkan tulisan opini yang terkait dengan produk DeKaVe dari sejumlah penulis (pengamat, praktisi, akademisi dan mahasiswa) yang memiliki minat mengembangkan disiplin ilmu tersebut.

Sebab perkembangan praksis, wacana, dan ilmu Desain Komunikasi Visual tanpa dukungan dan partisipasi aktif dari parapihak sulit dilaksanakan. Jika hal tersebut terus berlangsung, maka keberadaan DeKaVe sebagai salah satu kajian studi kebudayaan juga akan jalan di tempat, alias mandeg! Jika fenomena semacam itu tidak pernah saling bertegur sapa, selanjutnya dapat ditebak akibatnya: sulit mencari produk DeKaVe yang mampu menjadi penanda jiwa zaman dan sanggup mencerahkan peradaban umat manusia.

Terima Kasih. Mugi rahayua ingkang sami pinanggih. Sampai berjumpa pada perhelatan kreatif Diskomfest #3 Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, 29 Oktober 2008 – 1 November 2008.


*) Sumbo Tinarbuko (
http://sumbo.wordpress.com/), Konsultan Desain dan Dosen Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta








Tidak ada komentar: